Penyelesaian Masalah Jaminan Fidusia yang Memuaskan Semua Pihak

oleh -3695 Dilihat
oleh
Dewantoro SH MH
Penulis: Dewantoro SH MH (Hakim Peradilan Umum)

Sementara pengguna fasilitas pembiayaan (debitur) akan beralasan tidak bisa membayar uang ‘pinjaman’ karena keadaan ekonomi sedang sulit dan kendaraan sedang digunakan untuk memperoleh uang yang akan dipakai untuk membayar ‘pinjaman’ tersebut, debitur tentu berkeberatan apabila kendaraan atau obyek jaminan fidusia akan diambil atau dirampas oleh kreditur.

Akhirnya beberapa debitur mengambil langkah hukum agar praktik penarikan kendaraan bermotor oleh kreditur apabila debitur gagal bayar bisa lebih ditertibkan. Mereka pun mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dengan dalil Pasal 15 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Terhadap langkah hukum tersebut, setelah mengadakan persidangan yang panjang, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020. Isi Putusan MK tersebut pada pokoknya:

  • Pasal 15 ayat (2) UU 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia beserta penjelasannya sepanjang frasa “kekuatan eksekutorial” dan frasa “sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap” dan
  • Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sepanjang frasa “cidera janji” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cidera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cidera janji”.

Di dalam Putusan ini, Mahkamah Konstitusi berpendapat perusahaan kreditur (leasing) tidak bisa menarik atau mengeksekusi obyek jaminan fidusia seperti kendaraan atau rumah yang tidak di bawah jaminan hak tanggungan secara sepihak. MK menyatakan apabila tidak ada kesepakatan dari kreditur dan debitur mengenai cidera janji (isi perjanjian tidak terpenuhi), maka perusahan pembiayaan atau kreditur harus meminta permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri terlebih dahulu.

No More Posts Available.

No more pages to load.