“Tujuannya bukan hanya semata-mata mencari yang terbaik tetapi lebih dari itu untuk mengingatkan agar Al Qur’an senantiasa dibaca, dipelajari kandungannya serta dicintai oleh pendengarnya. Pihaknya meyakini sains dan teknologi mampu memperbaiki kualitas hidup manusia namun tidak mampu mengatasi dampak buruk yang ditimbulkannya,” jelasnya.
Degradasi sumber daya manusia mengemuka, nilai-nilai budaya terkikis serta pengkultusan Iptek mengalahkan ajaran agama. Karena itu, untuk menghadapi kondisi yang krusial ini solusinya adalah terus menggemakan syiar islam melalui kegiatan yang bernuansa islam seperti pelaksanaan STQH mulai dari tingkat kecamatan, tingkat kota sampai dengan ikut serta pada STQH tingkat provinsi dan dan nasional.
Tahun 2021 ini ungkap La Ode Ahmad Monianse, Kota Baubau hanya mengikuti sembilan golongan cabang dari 20 golongan cabang yang diperlombakan. Sehingga ini menjadi catatan penting bagi semua untuk melakukan pembenahan-pembenahan dan ke depannya tidak ada lagi cabang yang tidak diikuti oleh kafilah dari Baubau.
Apalagi, potensi besar yang dimiliki Kota Baubau mulai dari sumber daya manusia maupun potensi wilayah yang memiliki sejarah peradaban Islam.
”Baubau pernah mengalami masa keemasan dalam peradaban. Semua tatanan kehidupan diatur berdasarkan hukum adat dan syariat. Lantunan ayat-ayat suci Al Qu’ran pun sudah dikenal di zaman itu.
Bahkan, nada dan lagamnya disesuaikan dengan kondisi jiwa pelantun dan pendengar.bacaan ayat suci Al Qur’an akan berbeda ketika menjadi imam shalat khatam Al Qur’an dan di kedukaan. Alhamdulillah nada lagu (katu wolio) masih dipertahankan,” ungkapnya.