BOLMONG, Kroniktoday.com – Di setiap titik sejarah Indonesia, rakyat selalu menjadi pilar utama yang menjaga kemerdekaan dan keadilan, bahkan ketika mereka berhadapan dengan kekuatan yang tampak tak tergoyahkan. Dalam konteks demokrasi dan pemerintahan, intimidasi oleh kekuasaan sering kali menjadi cara yang digunakan untuk mempertahankan kekuasaan, memanipulasi opini publik, dan menekan kebebasan berpendapat. Namun, sejarah Indonesia membuktikan bahwa kekuatan rakyat selalu mampu mengalahkan intimidasi dan membawa perubahan yang lebih baik.
Sejak masa penjajahan hingga era reformasi, rakyat Indonesia tidak pernah diam dalam menghadapi tirani dan ketidakadilan. Ketika kebebasan mereka diancam, mereka bangkit, bersatu, dan menggunakan segala daya untuk melawan. Ini adalah bukti bahwa meskipun intimidasi bisa menekan sementara, pada akhirnya, kekuatan kolektif rakyat yang berani dan bersatu akan selalu lebih besar.
Sejarah perlawanan pertama yang paling monumental tentu saja adalah perjuangan rakyat Indonesia melawan penjajahan Belanda dan Jepang. Di tengah ancaman dan kekerasan, rakyat Indonesia tidak gentar. Perlawanan ini mencakup berbagai gerakan, mulai dari perlawanan lokal di berbagai daerah hingga perjuangan berskala nasional yang dipimpin oleh tokoh-tokoh besar seperti Soekarno dan Hatta.
Salah satu contoh paling penting adalah Perang Diponegoro (1825-1830) yang berlangsung di Jawa. Diponegoro, seorang pahlawan nasional, memimpin perlawanan rakyat Jawa terhadap kolonial Belanda yang berusaha memaksakan penguasaan atas tanah dan sumber daya alam. Meskipun menghadapi intimidasi dan kekuatan militer yang jauh lebih besar, rakyat Jawa bersatu di bawah kepemimpinan Diponegoro, memberikan perlawanan yang gigih dan membuktikan bahwa kekuatan rakyat tidak bisa diremehkan.
Setelah kemerdekaan, Indonesia kembali dihadapkan pada tantangan besar berupa otoritarianisme yang berlangsung selama puluhan tahun. Pada era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, rakyat mengalami berbagai bentuk intimidasi, mulai dari represi politik, pembatasan kebebasan berekspresi, hingga pengawasan ketat terhadap aktivitas masyarakat. Kekuasaan yang terpusat sering menggunakan kekerasan dan ancaman untuk mempertahankan posisi mereka. Namun, meskipun rakyat dihadapkan pada ketakutan yang besar, mereka tidak berhenti untuk berjuang.
Puncak dari perlawanan ini terjadi pada tahun 1998, ketika rakyat Indonesia, yang dipimpin oleh mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat, mengorganisir protes besar-besaran terhadap rezim Soeharto yang semakin otoriter. Meski menghadapi kekuatan militer dan polisi yang siap menggunakan kekerasan, kekuatan rakyat Indonesia berhasil menggulingkan rezim Soeharto, yang pada akhirnya mengundurkan diri setelah 32 tahun berkuasa. Ini adalah salah satu contoh paling jelas bahwa, meskipun intimidasi dapat membuat rakyat takut, ketika rakyat bersatu dan tidak gentar menghadapi ketidakadilan, mereka bisa menumbangkan kekuasaan yang represif.
Dalam konteks kontemporer, intimidasi seringkali muncul dalam bentuk politik praktis, terutama dalam pemilu dan pilkada. Ketika kekuasaan politik berusaha mengendalikan proses demokrasi dengan cara-cara curang atau menekan pihak-pihak yang tidak sejalan, rakyat Indonesia tetap menunjukkan keteguhan hati mereka. Meskipun ASN, kepala desa, dan masyarakat sering kali menjadi sasaran intimidasi, rakyat Indonesia semakin cerdas dalam menanggapi ancaman-ancaman tersebut.
Sebagai contoh, dalam beberapa pilkada daerah, kita bisa melihat bagaimana warga tidak takut untuk memilih pemimpin yang mereka anggap terbaik, meskipun ada ancaman dari kekuasaan yang berusaha menekan mereka. Keberanian ini mengingatkan kita pada perjuangan bangsa ini untuk tetap teguh menjaga demokrasi meskipun berada di bawah tekanan kekuatan politik yang besar.
Sejarah Indonesia memberikan banyak pelajaran tentang bagaimana kekuatan rakyat mampu mengalahkan intimidasi kekuasaan. Dalam setiap perlawanan yang terjadi, rakyat Indonesia selalu menunjukkan bahwa meskipun mereka mungkin terlihat tertekan, rasa keadilan dan kebebasan selalu memicu mereka untuk melawan ketidakadilan. Dari Perang Diponegoro, hingga Reformasi 1998, dan hingga proses-proses politik modern seperti pilkada, kita bisa melihat pola yang jelas: Ketika rakyat bersatu, suara mereka tidak bisa dibungkam oleh kekuasaan yang menindas.
Kekuatan rakyat bukan hanya terletak pada jumlah, tetapi juga pada tekad dan kesadaran kolektif untuk meraih keadilan dan kebebasan. Meskipun intimidasi terus mengancam, rakyat Indonesia telah menunjukkan bahwa mereka tidak akan pernah menyerah dalam memperjuangkan hak-hak mereka, dan mereka selalu memiliki kekuatan untuk menggulingkan ketidakadilan.
Kekuatan rakyat adalah kekuatan yang hakiki. Ketika rakyat berani bersatu, mereka menjadi kekuatan yang tak terkalahkan, yang mampu menembus segala bentuk intimidasi dan membentuk masa depan yang lebih baik.
Penulis: Abdul Bahri Kobandaha, Wakil Ketua DPC PDI Perjuangan Bolaang Mongondow.