Pengurus KUD Dinilai Diskriminatif, Prioritaskan Investor Asing, Rakyat Disingkirkan

oleh -384 Dilihat
oleh

KRONIKTODAY.COM — Polemik aktivitas pertambangan emas di wilayah IUP Operasi Produksi (IUP OP) milik Koperasi Unit Desa (KUD) Perintis terus bergulir panas. Setelah viralnya pernyataan sepihak di media sosial yang menyebut aktivitas penambangan tanpa dasar hukum dan Surat Perintah Kerja (SPK), klarifikasi keras datang dari Humas Eksternal, Abdul Bahri Kobandaha.

Menurutnya, penambangan yang berlangsung di wilayah IUP OP KUD Perintis sepenuhnya memiliki dasar hukum yang jelas dan telah didukung oleh kontrak kerjasama sah yang sudah berjalan sejak tahun 2020 bersama pengurus KUD sebelumnya.

“Pekerjaan tambang yang dilakukan saat ini berdiri di atas kontrak kerjasama yang sah. Informasi yang menyebut sebaliknya adalah bentuk disinformasi yang menyesatkan masyarakat,” ujar Abdul Bahri.

Tak hanya membantah tudingan ilegal, Abdul Bahri juga menyoroti sikap eksklusif pengurus KUD yang dinilainya diskriminatif terhadap penambang lokal. Ia menyebut, pengurus koperasi lebih membuka ruang kepada investor asing ketimbang warga lokal yang justru memiliki hak atas lahan tersebut.

“Kami sudah dua kali menerima surat penghentian aktivitas dari KUD tanpa musyawarah, tanpa ruang diskusi. Anehnya, di sisi lain mereka sudah mengambil beberapa titik koordinat untuk investor asing,” ungkapnya.

Abdul Bahri menyampaikan bahwa para penambang lokal yang beroperasi di bawah kontrak kerja sama berada di atas lahan milik pribadi yang sah, bukan di atas tanah milik KUD.

“KUD memang memegang izin, tapi bukan berarti mereka menguasai lahan masyarakat. Itu pemahaman yang keliru dan menyesatkan,” tegasnya.

Abdul Bahri bahkan mengungkap dugaan lebih serius. Berdasarkan informasi yang diterimanya, pengurus KUD diduga telah menjaminkan 100 hektare lahan kepada investor asing sebagai kompensasi atas pengurusan dokumen legal seperti MODI, RKAB, dan pembayaran pajak-pajak pertambangan.

“Penambang lokal sama sekali tidak diberi kesempatan mengurus dokumen secara mandiri. Kami sudah lima kali mencoba membangun komunikasi, tapi selalu ditolak. Ternyata mereka sudah terikat dengan pihak asing,” paparnya.

Abdul Bahri menyoroti bahwa sikap pengurus KUD Perintis jauh dari nilai-nilai dasar koperasi yang seharusnya menjunjung tinggi musyawarah, gotong royong, dan keterbukaan. Ia mempertanyakan apakah keputusan strategis seperti menjaminkan lahan kepada investor asing diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota koperasi atau hanya dikuasai oleh segelintir elit pengurus.

“Koperasi itu bukan perusahaan. Jangan kelola koperasi seperti milik pribadi. Di mana asas keterbukaan dan musyawarah?” serunya.

Dalam penutup pernyataannya, Abdul Bahri memperingatkan agar KUD Perintis tidak menyebarkan narasi bahwa penambang lokal adalah pelanggar hukum. Justru, menurutnya, penambang telah menunjukkan itikad baik sejak awal, termasuk keinginan membayar kewajiban negara seperti dana reklamasi, pascatambang, dan PNBP.

“Kami patuh hukum, punya kontrak, dan berusaha berkontribusi. Jangan ciptakan opini yang memojokkan kami hanya karena pengurus sudah menjalin komitmen tertutup dengan pihak asing,” pungkasnya.

Pengelolaan tambang emas di bawah KUD Perintis bukan sekadar persoalan administratif, melainkan juga soal keterbukaan, keadilan, dan hak masyarakat atas tanah yang mereka miliki dan kelola secara turun-temurun. KUD harusnya berpihak pada kepentingan bersama dan menghormati masyarakat pemilik lahan, bukan berpolihak pada segelintir elite asing yang ingin menyingkirkan masyarakat penambang.

“Kami tidak akan pernah ijinkan investor asing masuk mengelola lahan masyarakat. Pak Gubernur Sulut sudah menegaskan, tambang milik rakyat dan harus kembali kepada rakyat,” tandasnya. (ahr)

 

 

No More Posts Available.

No more pages to load.