Jangan Sampai Ketinggalan! Begini Penjelasan Lengkap Tentang Pemberian Gelar Adat Bogani Ki Yasti

oleh -2097 Dilihat
oleh
Bogani Ki Yasti

Chairun melanjutkan, pada awal Yasti di nobatkan sebagai pemangku adat Bolmong, Bolian P Mokoagow Mokodongan setuju agar pakaian Bogani perempuan ditampilkan.

“Gelar adat Bogani Ki Yasti itu adalah untuk merevitalisasi kembali tata cara pemberian gelar di Bolaang Mongondow,” pungkasnya.

Menurut Chairun, harus dibedakan memahami tentang adat Bolaang Mongondow dan memahami hukum positif. Kalau adat kesepakatan yang di patuhi di ikuti dan di jaga oleh komunal masyarakat itu sendiri. Nah, apakah dulu waktu pemberian gelar Punu dan sebagainya sudah ada perda dan lain-lain.

“Kalau adat itu adalah hukum yang tidak tertulis tetap ada dan dilaksanakan. Kalau hukum yang tertulis dan terdiri dari pasal demi pasal, itu adalah hukum positif. Jadi, dua hal ini harus di bedakan menafsirkan. Hukum positif akarnya adalah hukum eropa melalui kegiatan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).

Tak tanggung-tanggung, Chairun menegaskan, bagi masyarakat yang belum memahami mengenai adat dan budaya Bolaang Mongondow, perlu banyak belajar dan mendalami.

“Apabila ada yang belum paham mengenai kedudukan hukum adat dan hukum positif, maka perlu banyak belajar tentang adat dan budaya Bolaang Mongondow. Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dan diakui keberadaanya di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebelum hukum positif ada, hukum adat sudah ada terlebih dahulu,” urainya.

Kemudian mengenai Perda atau Undang-undang, menurut Chairun itu tidak membatalkan hukum adat atau adat istiadat, itu justru mendorong. Katakanlah perda tentang adat, itu sebenarnya bukan perda tentang adat, tapi perda tentang lembaganya. Tujuanya itu agar menyangkut penganggaran mengenai adat dan kebudayaan, bisa dianggarkan melalui APBD atau APBN. Yang di perdakan bukan adatnya, tapi lembaganya.

“Ini memang perlu pemahaman lebih tajam berkaitan dengan adat. Kalau di bilang harus ada Undang-undang dan perda, itu semua memperkuat kedudukan adat, bukan membatalkan adat. Bukan berarti juga semua adat harus merujuk pada hukum positif, karena adat itu adalah hukum juga namun tidak tertulis. Dan itu di jaga, dilestarikan dipatuhi diikuti oleh komunal. Jadi, memang untuk memahami adat istiadat dan bagaimana hubunganya dengan hukum positif, perlu banyak belajar,” katanya.

No More Posts Available.

No more pages to load.